Guruku tulis surat
Tertanda untuk pimpinan
Terselip kata ragu, gundah
Guru-guru kami mengadu
Berharap suara mereka terdengar dalam rapat pemerintahan.
Busung menahan lapar, perih, duka menyelubung
Balasan ‘sabar’ lama tak terdengar
Kemanakah merpati pos terbang membawanya?
Bulan ini belum dapatkan apapun
Beberapa liter beras, menanggung busung setiap harinya
Itu sedekah
Kompensasi otonomi?
Itu hanya isapan pedih, berita basi yang terlontar perih
Menyakitkan relung, sekarang siapa yang peduli?
Guru-guru pemakan gaji tukang tambal ban
Makan sebulan, hanya dibayar untuk satu hari
Bercuap-cuap sebulan, menebar ilmu jutaan tahun.
Menahan tawa dalam pedih, mengukir generasi, menempuh ratusan kilo.
Mengenaskan, bahkan tukang tambal ban bergaya dengan motor.
Honor bulan sekarang?
Untuk bayar kontrakan, Bu!
Lalu besok mereka penebar jasa terlupakan, tak makan
Hari ini dapat uang?
Untuk bayar utang, Nak!
Lalu besok anak mereka calon pemerintah jujur masa depan dikeluarkan sekolah.
Ketika uang tak kunjung datang
Asongan…..
Tukang ojek…..
Tukang becak….
Tukang batu…..
Pemulung…..
Pencopet…..
Sangat mengenaskan, Pengedar……
Sial……..
Tapi mengapa guru-guruku harus mengalami itu semua…
Bahkan tiap malam selalu menjerit, mengadu pada Allah
Cuma mau Tanya.
Kenapa?
Bersenandung kidung lampau
Dunia gelap tanpa rona
Sebuah pengibaan Alam pendidikan
Merpati pos
Kau datang akhirnya
Balasan surat didapat
Masa guru 40 gulden pergaji jaman VOC sudah habis
Sekarang ” cukup ongkos jalan” dan….
“Tambal ban sepeda”
Dibawahnya tertulis
TERTANDA PEMERINTAHAN PUSAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar